QOLAMNEWS.COM – Tanam rambut atau transplantasi rambut telah menjadi solusi medis yang populer bagi banyak orang yang mengalami kebotakan atau kerontokan rambut.
Prosedur ini dikenal mampu mengembalikan kepercayaan diri dan mengatasi masalah estetika akibat rambut yang menipis atau hilang.
Namun, bagi umat Islam, penting untuk memahami hukum dari prosedur ini menurut syariat. Ulama Indonesia pun turut memberikan pandangan terkait hukum tanam rambut.
Artikel ini akan membahas pandangan para ulama di Indonesia mengenai hukum tanam rambut serta perbedaan pendapat di antara mereka.
Daftar Isi
Pandangan Umum Ulama Indonesia Tentang Tanam Rambut
Dalam konteks hukum Islam, tanam rambut tergolong sebagai salah satu bentuk perawatan tubuh.
Pandangan ulama mengenai hal ini biasanya terfokus pada dua aspek utama, apakah transplantasi rambut termasuk dalam kategori perubahan ciptaan Allah yang dilarang atau apakah itu merupakan tindakan yang diperbolehkan karena ada unsur pengobatan.
Mayoritas ulama di Indonesia, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyatakan bahwa transplantasi rambut dibolehkan dalam situasi tertentu, terutama jika dilakukan untuk alasan medis atau mengatasi kebotakan yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan.
Jika transplantasi dilakukan dengan niat mengembalikan fungsi alami tubuh dan bukan semata-mata untuk memperindah diri, maka hal ini dianggap sah menurut syariat.
Perbedaan antara Tanam Rambut dan Menyambung Rambut
Salah satu alasan utama mengapa transplantasi rambut diperbolehkan oleh banyak ulama adalah perbedaannya dengan menyambung rambut, yang secara tegas dilarang oleh Rasulullah SAW.
Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW melarang wanita menyambung rambut, baik dengan rambut orang lain maupun bahan buatan, karena hal tersebut termasuk dalam kategori perubahan ciptaan Allah untuk tujuan kecantikan semata.
Namun, transplantasi rambut berbeda karena proses ini tidak melibatkan penggunaan rambut palsu atau rambut orang lain.
Sebaliknya, folikel rambut yang ditanam biasanya berasal dari bagian tubuh yang lain, misalnya dari belakang kepala atau bagian tubuh lain yang memiliki folikel rambut sehat.
Oleh karena itu, proses ini lebih dekat dengan upaya medis untuk mengobati dan mengembalikan kondisi alami tubuh, bukan semata-mata memperindah diri secara berlebihan.
Dalil-Dalil yang Mendukung Tanam Rambut
Dalam kaidah fiqih, terdapat prinsip bahwa tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan aib atau memulihkan kesehatan diperbolehkan selama tidak melanggar syariat. Hal ini didukung oleh kaidah:
“الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً”
Artinya: “Suatu hajat (kebutuhan) dapat menduduki posisi darurat, baik dalam skala umum maupun khusus.”
Menurut kaidah ini, transplantasi rambut yang dilakukan untuk alasan medis atau kebutuhan menghilangkan aib dapat diperbolehkan karena dianggap sebagai bagian dari tindakan darurat.
Ulama seperti Dr. Soleh bin Muhamad al-Fawzan dan berbagai ulama Indonesia lainnya juga mendukung pandangan ini, selama tidak melibatkan unsur-unsur yang diharamkan dalam prosesnya.
Kesimpulan
Berdasarkan pandangan mayoritas ulama di Indonesia, hukum tanam rambut diperbolehkan dalam Islam dengan syarat-syarat tertentu.
Transplantasi rambut dianggap sah apabila dilakukan untuk alasan medis, seperti mengatasi kebotakan akibat penyakit atau kecelakaan, dan selama rambut yang ditanam berasal dari diri sendiri.
Prosedur ini tidak termasuk dalam kategori merubah ciptaan Allah yang dilarang, selama tujuannya adalah untuk mengembalikan fungsi alami tubuh.
Namun, jika dilakukan semata-mata untuk memperindah diri tanpa alasan medis yang jelas, tindakan tersebut dapat dianggap makruh atau bahkan haram, tergantung pada niatnya.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam yang mempertimbangkan untuk melakukan transplantasi rambut agar berkonsultasi dengan ahli agama atau ulama, serta memastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan syariat dan niat yang benar.