QolamNews – Pemerintah Indonesia tengah menggodok kebijakan baru yang akan mewajibkan penggunaan campuran etanol sebesar 10 persen (E10) pada bahan bakar minyak (BBM).
Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi transisi energi nasional menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil serta memperluas pemanfaatan energi terbarukan berbasis bioetanol.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, implementasi kebijakan E10 akan menjadi langkah awal menuju bauran energi yang lebih hijau, serupa dengan penerapan biodiesel B35 yang sudah berjalan pada sektor solar.
Namun, di balik potensi manfaatnya, rencana ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kesiapan infrastruktur, pasokan bahan baku, dan dampaknya terhadap harga BBM di pasaran.
Daftar Isi
Tujuan dan Latar Belakang Kebijakan
Kebijakan ini didasari oleh target pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menargetkan 23 persen energi nasional berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT) pada tahun 2025.
Salah satu cara mencapainya adalah dengan meningkatkan penggunaan bioetanol yang dihasilkan dari bahan baku nabati seperti tebu, singkong, dan jagung.
Etanol sendiri merupakan jenis alkohol yang bisa dicampur dengan bensin untuk menurunkan kadar emisi karbon dioksida (CO2).
Dengan campuran etanol 10 persen, diharapkan kendaraan bermotor menghasilkan emisi gas buang yang lebih rendah.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu mendorong tumbuhnya industri bioenergi dalam negeri dan meningkatkan pendapatan petani bahan baku.
Potensi Manfaat Campuran Etanol pada BBM
- Mengurangi Emisi Karbon
Salah satu manfaat utama penerapan E10 adalah penurunan emisi gas rumah kaca. Etanol yang berasal dari tanaman menyerap karbon dioksida selama proses pertumbuhannya, sehingga siklus karbonnya lebih berkelanjutan dibandingkan bahan bakar fosil murni. - Kemandirian Energi Nasional
Dengan memperluas pemanfaatan bioetanol domestik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah. Hal ini penting mengingat neraca perdagangan migas Indonesia selama ini cenderung defisit akibat tingginya impor BBM. - Mendorong Sektor Pertanian dan Industri
Kebutuhan bahan baku etanol akan membuka peluang ekonomi baru bagi petani tebu, singkong, dan jagung. Pemerintah memperkirakan bahwa kebijakan ini bisa menciptakan ribuan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan pengolahan bioetanol. - Sejalan dengan Tren Global
Sejumlah negara seperti Brasil dan Amerika Serikat sudah lama menerapkan penggunaan bensin campuran etanol. Di Brasil, misalnya, lebih dari 80 persen kendaraan telah menggunakan bahan bakar campuran etanol hingga 25 persen.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meski memiliki potensi besar, penerapan E10 di Indonesia tidak lepas dari sejumlah tantangan. Pertama, ketersediaan bahan baku bioetanol masih terbatas.
Produksi etanol dalam negeri baru sekitar 50 ribu kiloliter per tahun, sedangkan kebutuhan nasional untuk program E10 bisa mencapai lebih dari 1 juta kiloliter.
Kedua, infrastruktur distribusi dan penyimpanan BBM bercampur etanol masih minim.
Etanol bersifat higroskopis (menyerap air) sehingga memerlukan sistem penyimpanan yang tertutup rapat agar kualitas bahan bakar tetap stabil.
Ketiga, perlu ada kajian teknis mengenai dampak penggunaan etanol terhadap mesin kendaraan, terutama kendaraan lama yang belum dirancang untuk bahan bakar campuran.
Beberapa produsen otomotif menyatakan bahwa mesin berteknologi lama berpotensi mengalami korosi jika menggunakan etanol dalam kadar tinggi.
Respons dari Berbagai Pihak
Kebijakan E10 mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Asosiasi Produsen Bioetanol Indonesia (APBio) menyambut baik rencana tersebut dan berharap pemerintah memberikan insentif bagi industri untuk memperluas kapasitas produksi.
Sementara itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai perlu ada standardisasi teknis dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait kompatibilitas kendaraan.
Dari sisi lingkungan, lembaga seperti Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai bahwa langkah ini merupakan arah yang positif, namun perlu dipastikan bahwa bahan baku bioetanol berasal dari sumber berkelanjutan dan tidak mengorbankan lahan pangan.
Prospek ke Depan
Pemerintah berencana memulai uji coba terbatas campuran E10 pada tahun 2026 di beberapa wilayah, sebelum penerapan secara nasional.
Uji coba ini akan melibatkan Pertamina, pabrikan kendaraan, serta produsen etanol lokal untuk memastikan kesiapan teknis dan keekonomian proyek.
Jika berjalan sesuai rencana, Indonesia berpotensi menjadi salah satu produsen dan pengguna bioetanol terbesar di Asia Tenggara. Langkah ini juga dapat memperkuat komitmen Indonesia terhadap net zero emission pada tahun 2060.
Penutup
Rencana penerapan campuran etanol 10 persen pada BBM merupakan langkah strategis untuk mendukung transisi energi bersih dan kemandirian energi nasional.
Meski dihadapkan pada berbagai tantangan teknis dan pasokan, kebijakan ini memiliki potensi besar dalam menekan emisi karbon, memperkuat ekonomi daerah, serta meningkatkan kesejahteraan petani lokal.
Keberhasilan kebijakan ini akan bergantung pada koordinasi lintas sektor antara pemerintah, industri energi, petani, dan masyarakat pengguna kendaraan.
Jika dijalankan dengan perencanaan matang, Indonesia bisa menapaki babak baru dalam transformasi menuju energi hijau yang berkelanjutan.