JAKARTA, Qolamnews.com – Harapan ribuan calon jemaah haji furoda untuk menunaikan ibadah di Tanah Suci pada musim haji 2025 resmi kandas.
Pemerintah Arab Saudi tidak menerbitkan visa mujamalah (haji non-kuota) hingga batas akhir layanan, membuat ribuan calon jemaah gagal berangkat.
Kejadian ini tak hanya menimbulkan kekecewaan mendalam, tetapi juga memicu kerugian besar di pihak biro travel penyelenggara.
Kondisi ini membuka kembali polemik lama seputar transparansi dan pengelolaan jalur haji furoda yang selama ini kerap dipilih karena bebas antre.
Namun tahun ini, pilihan tersebut justru berujung pada kerugian finansial hingga ratusan juta rupiah per jemaah dan ketidakpastian hukum yang membingungkan banyak pihak.
Daftar Isi
Jalur Cepat yang Berujung Nestapa
Haji furoda atau haji non-kuota merupakan jalur keberangkatan haji menggunakan undangan langsung dari Kerajaan Arab Saudi.
Jalur ini sering disebut visa mujamalah dan tidak masuk dalam kuota resmi pemerintah Indonesia.
Karena tak perlu antre bertahun-tahun seperti haji reguler, jalur ini menarik banyak peminat meski biayanya tinggi berkisar antara 22.000 hingga 32.000 Dolar AS, bahkan hingga 50.000 Dolar AS untuk paket super VVIP.
Namun, pada musim haji 2025, sistem ini gagal total. Visa furoda tidak diterbitkan hingga batas akhir pelayanan pada 1 Juni 2025. Ribuan jemaah yang telah membayar mahal kini harus gigit jari.
Kerugian Mengintai Travel Haji
Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zaki Zakariya Anshari, menjelaskan bahwa kerugian yang dialami travel sangat tergantung dari pola manajemen yang mereka terapkan.
“Kerugian mungkin akan selalu ada. Tetapi besarannya tergantung strategi pengelolaan program furoda dan pengalaman penyelenggaranya,” ujar Zaki kepada Kompas.com, Minggu (1/6/2025).
Setidaknya ada tiga model manajemen travel yang disebut Zaki:
- Model deposit penuh: Travel langsung membayar tiket dan hotel sejak awal dengan asumsi visa akan terbit. Jika gagal, kerugian bisa mencapai Rp80 juta hingga Rp100 juta per jemaah.
- Model pihak ketiga: Travel kecil membeli paket dari broker. Jika pihak ketiga tidak bertanggung jawab, kerugian bisa menyentuh Rp300 juta per orang.
- Model hati-hati: Travel tidak membayar apa pun sebelum visa keluar. Dana jemaah tetap aman dan tidak ada kerugian.
Dana Dikembalikan, Komitmen Dijaga
Meski dilanda potensi kerugian besar, Amphuri menegaskan para penyelenggara tetap berkomitmen untuk mengembalikan dana jemaah.
Zaki mencontohkan Khazzanah Tours, biro travel miliknya, selalu membuat nota kesepahaman (MoU) dengan jemaah yang mencantumkan klausul pengembalian uang 100 persen jika visa tidak terbit.
“Hal itu untuk memberi rasa aman dan kenyamanan bagi jemaah,” tegasnya.
Respons DPR dan Pemerintah
Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania, menilai pemerintah tidak boleh lepas tangan atas persoalan ini.
“Ini bukan sekadar soal visa, tapi menyangkut amanah dan hak beribadah umat. Negara tidak boleh abai,” ujar Dini.
Ia mendorong penataan ulang sistem haji non-kuota agar lebih transparan dan akuntabel.
Dini juga menyatakan DPR akan memanggil Kementerian Agama serta otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi dan menindak tegas penyelenggara yang lalai.
Sementara itu, Kementerian Agama melalui Dirjen PHU, Hilman Latief, menegaskan bahwa visa furoda sepenuhnya berada di luar kewenangan pemerintah Indonesia.
“Sampai saat ini, Kementerian Agama belum mendapat informasi apapun dari Saudi,” tegas Hilman.
Menteri Agama Nasaruddin Umar pun menyatakan pihaknya masih menunggu keputusan Arab Saudi, namun mengakui peluang sangat kecil karena bandara akan ditutup per 2 Juni 2025.
Regulasi Harus Diperjelas
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menambahkan bahwa visa furoda merupakan jalur bisnis privat dan tidak diatur dalam kuota resmi.
Ia menyebut perlu ada pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda untuk melindungi jemaah dari risiko kerugian materiil dan sosial.
“Minimnya transparansi informasi dan kebijakan Saudi yang bisa berubah kapan saja harus jadi perhatian bersama,” kata Mustolih.
Alternatif Aman: Haji Plus
Di tengah kekacauan ini, Zaki menyarankan masyarakat mulai mempertimbangkan jalur haji plus atau haji khusus yang masuk dalam kuota resmi pemerintah sebagai alternatif aman.
Penutup
Kasus gagalnya keberangkatan ribuan jemaah haji furoda 2025 menjadi pelajaran mahal tentang pentingnya regulasi dan kehati-hatian dalam memilih jalur ibadah.
Pemerintah dan asosiasi travel harus segera berbenah agar hak-hak umat tetap terlindungi dan praktik ibadah tidak dikotori oleh kerugian serta kebingungan yang berulang.
Ikuti Channel Telegram kami, untuk mendapatkan tips dan informasi terbaru dari kami